Wednesday, June 2, 2010

Peningkatan Kompetensi Widyaiswara LPMP dan P4TK

Pembelajaran Berbasis TIK (E-Learning) saat ini sangat meningkat dengan pesat sejalan dengan perkembangan teknologi dan informasi. Demikian juga Kementerian Pendidikan Nasional tidak ketinggalan dengan perkembangan teknologi dan informasi ini.
Widyaiswara perlu dibekali dengan pembelajaran berbasis TIK agar bisa mengelola Diklat Online. Hal inilah yang dilakukan di Hotel Garden Permata Bandung, sejak tanggal 31 Mei s.d. 4 Juni 2010.

Tuesday, September 29, 2009

PENGELOLAAN KKG

Undang-undang RI Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, mempersyaratkan guru untuk: (i) memiliki kualifikasi akademik minimum S1/D4;, (ii); memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional; dan (iii) memiliki sertifikat pendidik. Dengan berlakunya Undang-undang ini diharapkan memberikan suatu kesempatan yang tepat bagi guru untuk meningkatkan profesionalismenya melalui pelatihan, penulisan karya ilmiah, pertemuan di Kelompok Kerja Guru (KKG), dan pertemuan di Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Dengan demikian KKG dan MGMP memiliki peran penting dalam mendukung pengembangan profesional guru.
Untuk mewujudkan peran KKG dan MGMP dalam pengembangan profesionalisme guru, maka peningkatan kinerja kelompok kerja guru (KKG) dan musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) merupakan masalah yang mendesak untuk dapat direalisasikan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kinerja KKG dan MGMP, antara lain melalui berbagai pelatihan instruktur dan guru inti, peningkatan sarana dan prasarana, dan peningkatan mutu manajemen KKG/MGMP. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan kinerja KKG/MGMP yang berarti. Di beberapa daerah menunjukkan peningkatan kinerja KKG/MGMP yang cukup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya masih memprihatinkan.
Berdasarkan masalah ini, maka diperlukan analisis yang mendalam mengenai rendahnya kinerja KKG/MGMP. Dari berbagai pengamatan dan analsis, sedikitnya ada empat faktor yang menyebabkan kinerja KKG/MGMP tidak mengalami peningkatan secara merata.
Faktor pertama, kebijakan dan penyelenggaraan KKG/MGMP menggunakan pendekatan education production function atau input-output analysis yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa KKG/MGMP berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input (masukan) yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini akan menghasilkan output yang dikehendaki. Pendekatan ini
menganggap bahwa apabila input KKG/MGMP seperti pelatihan guru dan perbaikan sarana dan prasarana lainnya dipenuhi, maka peningkatan kinerja KKG/MGMP (output) secara otomatis akan terjadi. Dalam kenyataan, peningkatan kinerja KKG/MGMP yang diharapkan tidak terjadi. Mengapa? Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan education production function terlalu memusatkan pada input pendidikan dalam hal ini guru yang mengikuti kegiatan KKG/MGMP dan kurang memperhatikan pada proses kinerja. Padahal, proses kinerja sangat menentukan output kegiatan KKG/MGMP.
Faktor kedua, penyelenggaraan KKG/MGMP yang dilakukan masih belum dapat melepaskan dari sistem birokrasi pemerintah daerah, sehingga menempatkan KKG/MGMP sebagai wadah pengembangan profesionalisme guru masih tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kebutuhan guru setempat. Dengan demikian KKG/MGMP
kehilangan kemandirian, motivasi dan insiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan profesionalisme guru sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan nasional.
Faktor ketiga, akutabilitas kinerja KKG/MGMP selama ini belum dilakukan dengan baik. Pengurus KKG/MGMP tidak memiliki beban untuk mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan kegiatannya kepada sesame rekan guru, pimpinan sekolah, dan masyarakat.
Faktor keempat, belum adanya panduan/ petunjuk kegiatan kelompok kerja yang jelas untuk dapat digunakan sebagai acuan bagi guru dan pengurus KKG/MGMP dalam melakukan aktivitas kelompok kerja atau musyawarah kerja.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut di atas, tentu saja perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan, salah satunya adalah melakukan revitalisasi penyelenggaraan KKG/MGMP melalui penyusunan panduan penyelenggaraan KKG/MGMP dalam bentuk (1) Buku Standar
Pengembangan KKG/ MGMP dan (2) Buku Standar Operasional Pelaksanaan KKG/MGMP. Diharapkan dengan adanya panduan pelaksanaan KKG/MGMP ini kegiatan-kegiatan kelompok kerja guru dan musyawarah kerja mata pelajaran dapat lebih terarah dan dapat dijadikan wadah untuk pengembangan profesionalisme guru secara mandiri dan
berkelanjutan.

Tuesday, November 18, 2008

Ada Rumah Baru kita

Para Pembaca yang terhormat. Kita juga punya rumah yang baru didirikan. Silahkan datang, pintu terbuka untuk umum. Alamatnya : jeperis.wordpress.com

Wednesday, July 9, 2008

SEKOLAH EFEKTIF

Konsep Sekolah Efektif itu sendiri sudah lama dikenal di dunia pendidikan di Indonesia sejalan dengan adanya perubahan cara berfikir (paradigma) pelaksanaan pendidikan/ pembelajaran secara mendasar, dari cara berfikir konvensional ke cara berpikir modern dan maju, berdasarkan hasil riset di bidang pendidikan.
Pilar-pilar/ciri/karakteristik Sekolah Efektif utamanya untuk memberikan wawasan pengetahuan yang utuh tentang kedudukan, tugas, peran dan fungsi sekolah sebagai agen pembaharuan, pelayanan, peningkatkan mutu sumber daya manusia, dan sebagai bagian tak terpisahkan dari masyarakat secara keseluruhan. Kata kuncinya terletak pada bagaimana upaya setiap warga sekolah dapat mendukung terwujudnya pelaksanakan pendidikan dan pembelajaran secara berkualitas melalui pemberdayaan berbagai komponen penting yang terdapat di sekolah dan di lingkungan masyarakat sekitar sekolah.
Sekolah efektif adalah sekolah yang memiliki standar pengelolaan yang baik, transparan, responsibel dan akuntabel, serta mampu memberdayakan setiap komponen penting sekolah, baik secara internal maupun eksternal, dalam rangka pencapaian visi-misi-tujuan sekolah secara efektif dan efesien.
Telah banyak upaya yang dilakukan untuk menjadikan sekolah dapat memenuhi peran, tugas dan fungsinya sebagai agen pembaharuan, agen pelayanan masyarakat, dan agen pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Banyak diantaranya yang sudah berhasil, tapi ada jumlah yang lebih banyak lagi yang tidak atau kurang berhasil.
Kemunculan konsep pilar-pilar sekolah efektif menjadi penting, karena dipandang sebagai terobosan dalam dunia pendidikan di era modern ini.
Sekolah efektif adalah sekolah yang memiliki sistem pengelolaan yang baik, transparan dan akuntabel, serta mampu memberdayakan setiap komponen penting sekolah, baik secara internal maupun eksternal, dalam rangka pencapaian visi-misi-tujuan sekolah secara efektif dan efesien.
Konsep Sekolah Efektif muncul berdasarkan hasil Meta riset yang dilakukan di berbagai Negara.

Riset awal membuktikan hal-hal berikut:
Di Amerika Serikat, Coleman (1966) melaporkan “Siswa yang berprestasi tinggi di sekolah, melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, dan hidupnya berhasil adalah siswa yang berasal dari keluarga yang sosial ekonominya tinggi. Sedangkan siswa yang prestasinya rendah, tidak mampu belajar di sekolah, drop out, tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, tidak mempunyai motivasi belajar adalah siswa yang berasal dari keluarga yang sosial ekonominya rendah.
Di Inggris, ROBBINS (1962) melaporkan bahwa Hampir semua siswa yang melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi berasal dari keluarga yang ayahnya mempunyai profesi yang tinggi. Hanya 2% siswa yang melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi berasal dari keluarga yang ayahnya tidak mempunyai kecakapan/pendidikan yang memadai.
Pusat Penelitian Pengukuran dan Evaluasi NSW, (1960-1970) Australia, menyimpulkan bahwa Pendapat/pandangan orang tua tentang nilai-nilai pendidikan sangat berpengaruh thd prestasi pembelajaran anak di sekolah. Berdasarkan pendapat/pandangan orang tua tsb, dapat diprediksi prestasi siswa di sekolah, kapan siswa drop out, jenis pekerjaan apa yang akan ditekuninya.
Kesimpulannya, Latar belakang keluarga merupakan faktor penting yang menentukan prestasi/ keberhasilan siswa di sekolah. Apa yang dibawa siswa ke sekolah jauh lebih penting daripada proses yang terjadi di dalam sekolah. Sekolah tidak dapat membuat perubahan yang signifikan thd siswa.

Dari hasil riset ini, para ahli kemudian mempertanyakannya ”Betulkah sekolah pada umumnya tidak dapat membuat perubahan yang signifikan bagi siswa…?”
Atas dasar pertanyaan besar yang diajukan tersebut, selanjutnya ditemukan bahwa ternyata: Ada sekolah-sekolah yang secara konsisten menghasilkan siswa-siswa berprestasi tinggi, melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi dan lebih berhasil hidupnya, apapun latar belakang keluarga siswa.

Pertanyaaan selanjutnya adalah: SEKOLAH YANG BAGAIMANAKAH YANG DAPAT MENGHASILKAN SISWA YANG BERHASIL TSB?
Di INGGRIS , hasil penelitian Rutter (tahun 1979) melaporkan bahwa sekolah tsb memiliki ciri-ciri: menekankan pada pembelajaran, guru merencanakan bersama dan bekerja sama dalam pelaksanaan pembelajaran, dan ada supervisi yang terarah dari guru senior dan kepsek

Di Amerika Serikat, penelitian Weber (1971), Austin (1978), Brookeover & Lezotte (1979), Edmonds & Frederickson (1979), Phi Delta Kappa (1980), secara meta analisis menyimpulkan bahwa sekolah tsb mempunyai ciri: kepemimpinannya kuat, memiliki harapan yang tinggi bagi siswa dan guru, lingkungannya yang kondusif, kepala sekolah berperan sebagai ‘instructional leader’, kemajuan prestasi belajar siswa sering dimonitor, dan adanya dukungan pelibatan orang tua secara aktif.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian di atas, maka Berdasarkan meta analisis yang dilakukan MacBeath & Mortimer (tahun 2001), disimpulkan bahwa Sekolah Efektif itu memiliki cirri-ciri :

Visi dan misi yang jelas
Kepala sekolah yang profesional
Guru yang profesional
Lingkungan belajar yang kondusif
Ramah siswa
Manajemen yang kuat
Kurikulum yang luas dan berimbang
Penilaian dan pelaporan prestasi siswa yang bermakna
Pelibatan masyarakat yang tinggi
Atas dasar hasil meta analisis tersebutlah kemudian MacBeath & Mortier (2001) menjabarkan lebih lanjut masing-masing ciri/karakteristik Sekolah Efektif tersebut secara lengkap yang kemudian disebut sebagai indikator-indikator Sekolah Efektif.

Referensi

* Macbeath & Mortimer (2001). Improving school effectiveness. Buckingham: Open University Press.
* Beare, Caldwell, Millikan (1992). Creating an excellent school. London: Routledge.
* Characteristics of effective schools: http://www.schoolparents.canberra.net.au/effective schools.
* Departemen Pendidikan Nasional (2005). Managemen berbasis sekolah. Jakarta: Depdiknas.
* Diperoleh saat pelatihan MCPM-AIBEP

Saturday, June 7, 2008

GURU JUGA MANUSIA

Sertifikasi guru jika dikisahkan dalam cerita, akan muncul dalam dua cerita yang berbeda, dongeng yang berakhir bahagia atau drama tragis yang menuai duka. Program sertifikasi guru pada prinsipnya merupakan service pemerintah untuk memperbaiki profesionalisme dan kesejahteraan guru di Indonesia. Perbaikan yang dilakukan secara bertahap tersebut dititikberatkan pada perbaikan kinerja guru melalui penyusunan portofolio guru. Di dalam penyusunan portofolio tersebut ada 10 komponen yang harus dimiliki oleh guru, dua diantaranya adalah pendidikan S1 dan komponen pengembangan profesi dimana guru dituntut untuk aktif membuat karya tulis. Dari dua komponen tersebut dapat dilihat batasan profesionalisme seorang guru yang berhak mendapat hadiah perbaikan kesejahteraan sebesar 1 kali gaji pokok. Jika gaji pokok guru tersebut sebesar Rp. 1.600.000 maka ditambah ”hadiah” sertifikasi sebesar Rp. 1.600.000 akan menjadi Rp. 3.200.000. Artinya sertifikasi guru memberikan akhir yang membahagiakan.

Di balik tawaran ” hadiah” peningkatan kesejahteraan yang ditawarkan oleh pemerintah terhadap guru melalui program sertifikasi guru ada ”kontrak kerja” yang harus ditinjau ulang dengan pemikiran yang bijak yaitu hadiah akan diberikan dengan syarat guru harus mengajar sebanyak 24 jam perminggu. Jika dibagi dalam 6 hari kerja maka 1 hari seorang guru harus mengajar sebanyak 24 jam perminggu. Jika dibagi dalam 6 hari kerja maka 1 hari seorang guru harus mengajar sebanyak 4 jam, dengan tambahan beban kerja setelah mengajar tetap harus mengoreksi pekerjaan siswa. Jika 1 kelas terdiri dari 40 orang siswa dan dalam 1 hari guru tersebut harus mengajar didua kelas berarti ada 80 pekerjaan siswa yang harus dikoreksi. Sementara itu guru juga harus membuat RPP untuk persiapan mengajar pada hari berikutnya. Pertanyaannya, masih sanggupkah seorang guru dengan beban kerja seperti itu mengembangkan profesinya? Apalah artinya hadiah tambahan gaji tersebut jika karena sering bekerja lembur guru tersebut terserang penyakit, sementara biaya pengobatan harganya selangit. Berdasarkan kondisi tersebut ada baiknya kebijakan sertifikasi guru ditinjau ulang persyaratannya. Jika tidak, maka sebaknya mars guru yang berjudul Pahlawan Tanpa Tanda jasa diganti dengan lagu Serius Band, Rocker Juga manusia digant subjeknya dengan guru juga manusia.

Penulis
Silva Shanti, S.Pd
SMAN 1 Bengkayang