Saturday, June 16, 2007

DIKLAT PEMBELAJARAN TEMATIK SD KELAS RENDAH LPMP KALBAR

Pembelajaran Tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang akan diterapkan di kelas rendah (kelas 1, 2 dan 3) Sekolah Dasar yang menerapkan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan). Untuk lebih memahami bagaimana skenario pembelajaran Tematik, maka Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Kalimantan Barat pada tanggal 12 s.d. 15 Juni 2007 telah melaksanakan Diklat Pembelajaran Tematik yang diikuti 30 orang guru - guru Sekolah dasar dari Kota Pontianak dan sekitarnya.
Selama 4 hari perkulihan banyak hal menarik dari kegiatan ini. Materi diklat selama kegiatan ini terdiri dari Filosofi Pembelajaran tematik (Dra. Sri. Murtini dan Jeperis nahampun, S.Si) Penjabaran SK, KD ke dalam Indikator (Dra. Sri. Murtini dan Drs. H. Firnando, M.Ed), Analisis Pemetaan Tema dan Jaringan Tema (Mujahir, M.Pd), Penilaian (Asep Sutisna, S.Pd), Pengembangan Silabus (Ardiani Mustikasari, S.Si dan Suhendri, S.Pd), Penyusunan RPP (Kasm, S.Pd, M.Si dan Jeperis Nahampun, S.Si).
Semua peserta kelihatan sangat antusias dalam mengikuti setiap sesi namun ada banyak pertanyaan dari peserta yang membuat kita lha gini toh pemahaman guru terhadap tematik, secara khusus atau KTSP secara umum.
Namun dengan sabar para widyaiswara melayani setiap pertanyaan dari peserta sehingga apa yang menjadi mindset (pola pikir) mereka selama ini dapat diubah sedikit demi sedikit.
Di samping itu masih ada yang kurang pas dari pelatihan ini, yaitu peserta sebagian bukan guru kelas rendah melainkan guru kelas 4, 5, dan 6. Sehingga ada ketidak sesuaian dengan apa yang mereka lakukan di sekolah masing-masing. Kiranya ini menjadi suatu harapan agar ke depan benar-benar sesuai dengan apa yang kita harapkan. Semoga. Tak lupa para widyaswara mengucapkan terima kasih kepada panitia yang telah membantu pelaksanaan kegiatan ini.

Wednesday, June 13, 2007

PEMBELAJARAN TEMATIK

Latar belakang

Usia peserta didik Sekolah Dasar kelas satu, dua, dan tiga berada pada rentangan usia enam sampai dengan sembilan tahun. Pada usia tersebut seluruh aspek perkembangan kecerdasan seperti IQ, EQ, dan SQ tumbuh dan berkembang sangat luar biasa. Pada umumnya tingkat perkembangan masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik) serta mampu memahami hubungan antara konsep secara sederhana. Proses pembelajaran masih bergantung kepada objek-objek konkrit dan pengalaman yang dialami secara langsung.
Dengan pelaksanaan kegiatan seperti yang disebutkan di atas, muncul permasalahan pada kelas rendah (I-III) antara lain adalah tingginya angka mengulang kelas dan putus sekolah. Angka mengulang kelas dan angka putus sekolah peserta didik kelas I SD jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang lain. Data tahun 1999/2000 memperlihatkan bahwa angka mengulang kelas satu sebesar 11,6% sementara pada kelas dua 7,51%, kelas tiga 6,13%, kelas empat 4,64%, kelas lima 3,1%, dan kelas enam 0,37%. Pada tahun yang sama angka putus sekolah kelas satu sebesar 4,22%, masih jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelas dua 0,83%, kelas tiga 2,27%, kelas empat 2,71%, kelas lima 3,79%, dan kelas enam 1,78%.

Permasalahan tersebut menunjukkan bahwa kesiapan sekolah sebagian besar peserta didik kelas awal sekolah dasar di Indonesia cukup rendah. Sementara itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa peserta didik yang telah masuk Taman Kanak-Kanak memiliki kesiapan bersekolah lebih baik dibandingkan dengan peserta didik yang tidak mengikuti pendidikan Taman Kanak-Kanak. Selain itu, perbedaan pendekatan, model, dan prinsip-prinsip pembelajaran antara kelas satu dan dua Sekolah Dasar dengan pendidikan pra-sekolah dapat juga menyebabkan peserta didik yang telah mengikuti pendidikan pra-sekolah pun dapat saja mengulang kelas atau bahkan putus sekolah.
Atas dasar pemikiran di atas dan dalam rangka implementasi Standar Isi yang termuat dalam Standar Nasional Pendidikan, maka pembelajaran pada kelas awal Sekolah Dasar yakni kelas satu, dua, dan tiga lebih sesuai jika dikelola dalam pembelajaran terpadu melalui pendekatan pembelajaran tematik.

B.Tahap Perkembangan Belajar Anak Usia SD
Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1) Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir secara operasional, (3) Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4) Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.
Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:

1. Konkrit
Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar.
2. Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.
3. Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks.
B. Belajar dan Pembelajaran Bermakna
Belajar pada hakekatnya merupakan proses membangun pengetahuan melalui transformasi pengalaman, sedangkan pembelajaran merupakan upaya yang sistemik dan sistematis dalam menata lingkungan belajar guna menumbuhkan dan mengembangkan belajar peserta didik. Proses belajar bersifat individual dan kontekstual, artinya proses belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangannya dan lingkungannya.
Belajar bermakna (meaningfull learning) merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan substantif antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka (root learning), namun berusaha menghubungkan konsep-konsep tersebut untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan. Bila tidak dilakukan usaha untuk memadukan pengetahuan baru dengan konsep-konsep relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa, maka pengetahuan baru tersebut cenderung akan dipelajari secara hafalan.

C. Landasan Pembelajaran Tematik
Pelaksanaan pembelajaran tematik merupakan implementasi dari kurikulum yang berlaku. Pada saat mempertimbangkan pelaksanaan pembelajaran ini didasari pada landasan filosofis, landasan psikologis, dan landasan yuridis.
Landasan filosofis dari implementasi pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat yaitu: (1) progresivisme, (2) konstruktivisme, dan (3) humanisme. Aliran progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa. Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada siswa, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya. Aliran humanisme melihat siswa dari segi keunikan/kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya. Siswa selain memiliki kesamaan juga memiliki kekhasan.
Landasan psikologis terutama berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya. Melalui pembelajaran tematik diharapkan adanya perubahan perilaku siswa menuju kedewasaan, baik fisik, mental/intelektual, moral maupun sosial.
Landasan yuridis berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9). Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V Pasal 1-b).
D. Pengertian Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang menggunakan tema dalam mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran tematik, siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Pendekatan ini berangkat dari teori pembelajaran yang menolak proses latihan/hafalan (drill) sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak. Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan bahwa pembelajaran itu haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak. Pendekatan pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing).

Dalam pelaksanaannya, pendekatan pembelajaran tematik ini bertolak dari suatu tema yang dipilih dan dikembangkan oleh guru bersama siswa dengan memperhatikan keterkaitannya dengan isi mata pelajaran. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983). Dengan tema didharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya: 1) siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu, 2) Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama; 3) pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan; 4) kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan matapelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa; 5) Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas; 6) Siswa mampu lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain; 7) guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.

E. Arti Penting Pembelajaran Tematik
Beberapa ciri khas dari pembelajaran tematik antara lain: 1) Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar; 2) Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa; 3) Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; 4) Membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa; 5) Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya; dan 6) Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.

Dengan pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan tema ini, akan diperoleh beberapa manfaat yaitu: 1) Dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan indikator serta isi mata pelajaran akan terjadi penghematan, karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan, 2) Siswa mampu melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab isi/materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan tujuan akhir, 3) Pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian mengenai proses dan materi yang tidak terpecah-pecah. 4) Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat,

Karakteristik Pembelajaran Tematik

1. Berpusat pada siswa

Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.

2. Memberikan pengalaman langsung

Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.

3. Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas

Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.

4. Menyajikan konsep dari berbagai matapelajaran

Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, Siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

5. Bersifat fleksibel

Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.

6. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa

Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.

7. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan

G. RAMBU-RAMBU

1. Tidak semua mata pelajaran harus dipadukan

2. Dimungkinkan terjadi penggabungan kompetensi dasar lintas semester

3. Kompetensi dasar yang tidak dapat dipadukan, jangan dipaksakan untuk dipadukan. Kompetensi dasar yang tidak diintegrasikan dibelajarkan secara tersendiri.

4. Kompetensi dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu harus tetap diajarkan baik melalui tema lain maupun disajikan secara tersendiri.

5. Kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan membaca, menulis, dan berhitung serta penanaman nilai-nilai moral

6. Tema-tema yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik siswa, lingkungan, dan daerah setempat

Implikasi Pembelajaran Tematik
A. Implikasi bagi guru

Beberapa implikasi dalam penerapan Pembelajaran tematik antara lain:

1. Pembelajaran tematik merupakan pendekatan yang harus digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran di SD/MI. Oleh karena itu, guru perlu mempelajarinya terlebih dahulu sehingga memperoleh pemahaman baik secara konseptual maupun praktikal.

2. Pembelajaran tematik memerlukan guru yang kreatif baik dalam menyiapkan kegiatan/pengalaman belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik, menyenangkan dan utuh.

B. Implikasi bagi siswa

1. Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang dalam pelaksanaannya dimungkinkan untuk bekerja baik secara individual, pasangan, kelompok kecil ataupun klasikal.

2. Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang bervariasi misalnya melakukan diskusi kelompok, mengadakan penelitian sederhana, dan pemecahan masalah

C. Implikasi terhadap buku ajar

1. Penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar masih dapat menggunakan buku ajar yang sudah ada saat ini untuk masing-masing mata pelajaran.

2. Dimungkinkan pula untuk menggunakan buku suplemen khusus yang memuat bahan ajar yang terintegrasi

D. Implikasi terhadap Pengaturan tempat belajar

Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran tematik, perlu dilakukan pengaturan ruang kelas agar terjadi pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM). Pengaturan ruang kelas tersebut meliputi pengaturan meja, kursi, lemari, perabotan kelas, alat, media, atau sumber belajar lainnya yang ada di kelas, diatur dengan fleksibel atau mudah diubah-ubah disesuaikan dengan tuntutan strategi pembelajaran yang akan digunakan.

E. Implikasi terhadap Pemilihan bentuk kegiatan

Agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif dan tidak menjenuhkan, maka perlu dilakukan variasi pembelajaran yang berkaitan dengan gaya mengajar guru (teaching style), penggunaan alat dan media pembelajaran, dan pola interaksi pembelajaran, guru perlu juga menggunakan berbagai bentuk kegiatan misalnya percobaan, bermain peran, tanya jawab, demonstrasi, bercakap-cakap.

F. Implikasi terhadap Pemberian respon/penguatan

Pemberian penguatan perlu dilakukan untuk memberikan respons terhadap perilaku atau perbuatan siswa yang dianggap positif agar perilaku tersebut dapat berulang kembali atau meningkat. Pemberi an penguatan ini dapat dilakukan dalam bentuk verbal dan non-verbal. Penguatan verbal berupa kata-kata atau kalimat pujian, dukungan, pengakuan, atau dorongan. Bentuk penguatan non-verbal ditunjukkan dengan cara-cara seperti: raut wajah atau mimik muka, gerakan atau isyarat badan (gestural reinforcement), gerak mendekati siswa (proximity reinforcement), sentuhan (contact reinforcement), kegiatan yang menyenangkan, simbol atau tanda (token reinforcement), dan penguatan dengan benda/barang.

G. Implikasi terhadap sarana, prasarana, sumber belajar dan media

1. Pembelajaran tematik pada hakekatnya menekankan pada siswa baik secara individual maupun kelompok untuk aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya memerlukan berbagai sarana dan prasarana belajar.

2. Pembelajaran ini perlu memanfaatkan berbagai sumber belajar baik yang sifatnya didisain secara khusus untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran (by design), maupun sumber belajar yang tersedia di lingkungan yang dapat dimanfaatkan (by utilization). Agar berbagai sumber belajar ini dapat dikelola dengan baik, masing-masing sekolah atau rayon sekolah, dapat mendirikan suatu pusat sumber belajar (learning resources center) yang merupakan suatu tempat yang dirancang secara khusus untuk melaksanakan aktivitas terorganisir dalam mendisain, mengembangkan, memanfaatkan, mengelola, mengevaluasi, dan meneliti berbagai sumber yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penerapan pembelajaran tematik.

3. Pembelajaran ini juga perlu mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran yang bervariasi. Dengan menggunakan berbagai media akan membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang abstrak, dan media tersebut dapat digunakan dalam kegiatan belajar sebagai pengganti dari objek-objek yang terlalu berbahaya atau sukar didapat, obyek yang terlalu besar atau terlalu kecil. Penggunaan media ini dapat divariasikan ke dalam penggunaan media visual, media audio, dan media audio-visual.

Media visual adalah media yang dapat dilihat, contohnya seperti gambar-gambar yang disajikan secara fotografik misalnya gambar tentang manusia, binatang, tempat, atau objek lainnya. Selain itu, terdapat juga media grafis yaitu media pandang dua dimensi (bukan fotografik) yang dirancang secara khusus untuk mengkomunikasikan tema-tema pembelajaran. Media ini dapat digunakan untuk mengungkapkan fakta atau gagasan melalui penggunaan kata-kata, angka serta bentuk simbol (lambang). Jenis media ini adalah grafik, bagan, diagram, poster, kartun, dan komik. Media visual lainnya yaitu model dan realia. Model adalah media tiga dimensi yang merupakan tiruan dari beberapa objek nyata, seperti objek yang terlalu besar, objek yang terlalu jauh, objek yang terlalu kecil, objek yang terlalu mahal, objek yang jarang ditemukan, atau objek yang terlalu rumit untuk dibawa ke dalam kelas dan sulit dipelajari wujud aslinya. Jenis-jenis media model diantaranya: model padat (solid model), model penampang (cutaway model), model susun (build-up model), model kerja (working model), mock-up dan diorama. Masing-masing jenis model tersebut ukurannya mungkin persis sama, mungkin juga lebih kecil atau lebih besar dengan objek sesungguhnya. Media realia merupakan alat bantu visual dalam pembelajaran tematik yang berfungsi memberikan pengalaman langsung (direct experience) kepada siswa. Realia ini merupakan model dan objek nyata dari suatu benda, seperti mata uang, tumbuhan, binatang, dsb.

Media audio yaitu media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (hanya dapat didengar) yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa untuk mempelajari isi tema. Penggunaan media audio dalam pembelajaran tematik di sekolah dasar pada umumnya untuk melatih keterampilan yang berhubungan dengan aspek-aspek keterampilan mendengarkan. Dari sifatnya yang auditif, media ini mengandung kelemahan yang harus diatasi dengan cara divariasikan dengan media lainnya.

Media audio-visual. Sesuai dengan namanya, media ini merupakan kombinasi dari media audio dan media visual atau biasa disebut media pandang-dengar. Dengan menggunakan media audio-visual ini maka penyajian materi menjadi lengkap.

Langkah yang dilakukan dalam menyusun pembelajaran tematik adalah sebagai berikut:

A. Pemetaan Kompetensi Dasar

Kegiatan pemetaan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh dari semua standar kompetensi dan kompetensi dasar dari beberapa mata pelajaran yang dipadukan.

Dalam melakukan pemetaan dapat dilakukan dengan dua cara yakni:

a. Cara pertama, mempelajari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam masing-masing mata pelajaran, dilanjutkan dengan mengidentifikasi kompetensi dasar dari beberapa mata pelajaran yang dapat dipadukan, setelah itu melakukan penetapan tema pemersatu. Contoh format pemetaan cara pertama sebagai berikut:

b. Cara kedua, menetapkan terlebih dahulu tema-tema pengikat keterpaduan, dilanjutkan dengan mengidentifikasi kompetensi dasar dari beberapa mata pelajaran yang cocok dengan tema yang ada.

Dari kedua cara pemetaan yang dilakukan, terdapat kegiatan yang harus dilakukan yaitu menentukan tema sebagai alat/wahana pemersatu dari standar kompetensi dari setiap mata pelajaran yang dipadukan. Dalam penentuan Tema dapat ditetapkan sendiri oleh guru dan/atau bersama siswa. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam menetapkan tema perlu memperhatikan beberapa prinsip yaitu:

1. M

Ruang lingkup tema yang ditetapkan sebaiknya tidak terlalu luas atau terlalu sempit. Tema yang terlalu luas bisa dijabarkan lagi menjadi anak tema atau subtema yang sifatnya lebih spesifik dan lebih kongkret. Anak tema atau subtema tersebut selanjutnya dapat dikembangkan lagi menjadi suatu materi/isi pembelajaran. Bila digambarkan akan tampak seperti di bawah ini.



TEMA





Sebagai contoh adalah:

a. Tema ”PENGALAMAN” dapat dikembangkan menjadi anak tema: (1) Pengalaman menyenangkan, (2) Pengalaman menyedihkan, (3) Pengalaman lucu.

b. Tema ”ALAT TRANSPORTASI” dapat dikembangkan menjadi anak tema: (1) Alat transportasi darat, (2) Alat transportasi laut, 3) Alat transportasi udara.

c. Tema ”PERISTIWA ALAM” dapat dikembangkan menjadi anak tema: (1) banjir, (2) gempa bumi, (3) gunung meletus, (4) tanah longsor, dsb.

B. Menetapkan Jaringan Tema

Setelah melakukan pemetaan dapat membuat jaringan tema yaitu menghubungkan kompetensi dasar dengan tema pemersatu dan mengembangkan indikator pencapaiannya untuk setiap kompetensi dasar yang terpilih. Dengan jaringan tema tersebut akan terlihat kaitan antara tema, kompetensi dasar dan indikator dari setiap mata pelajaran. Kompetensi dasar dan materi yang luas dan tersebar pada masing-masing mata pelajaran dapat mengakibatkan pemahaman yang parsial dan tidak terintegrasi, padahal memiliki jalinan konsep yang saling mendukung. Berikut disajikan contoh jaringan tema keterhubungan kompetensi dasar dengan tema pemersatu ”BINATANG” dalam bagan dan matriks di bawah ini.



C. Penyusunan Silabus Pembelajaran Tematik

Silabus dikembangan dari jaringan tema (contoh jaringan tema lihat lampiran). Silabus dapat dirumuskan untuk keperluan satu minggu atau dua minggu, tergantung pada keluasan dan kedalam kompetensi yang diharapkan. Secara umum, silabus ini diartikan sebagai garis-garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok isi/materi pembelajaran. Silabus merupakan penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ingin dicapai, dan pokok-pokok materi yang perlu dipelajari siswa. Tahapan dalam menyusun silabus perlu didasarkan pada matriks/bagan keterhubungan yang telah dikembangkan.

Kompetensi dasar setiap matapelajaran yang tidak bisa dikaitkan dalam pembelajaran tematik disusun dalam silabus tersendiri. Format silabus disusun dalam bentuk matriks dan memuat tentang mata pelajaran yang akan dipadukan, kompetensi dasar, indikator (dirumuskan oleh guru) yang akan dicapai, pengalaman belajar, materi pokok, strategi atau langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukan, alokasi waktu yang dibutuhkan, dan sumber bahan pustaka yang dijadikan rujukan. Contoh format dan petunjuk pengisian dapat dilihat pada contoh.

Monday, June 11, 2007

PEMBELAJARAN IPA TERPADU

Latar Belakang
  1. SK dan KD IPA SMP diarahkan untuk memberikan keterampilan dan keahlian bertahan hidup dalam kondisi yang penuh dengan berbagai perubahan, persaingan, ketidakpastian, dan kerumitan dalam kehidupan.
  2. Kurikulum ini disusun untuk menciptakan tamatan yang kompeten, cerdas dalam membangun integritas sosial, serta mewujudkan karakter nasional.
  3. Melalui pembelajaran IPA terpadu, peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal yang dipelajarinya.

Pembelajaran terpadu dalam IPA dapat dikemas dengan TEMA atau TOPIK
Misalnya tema lingkungan dapat dibahas dari sudut biologi, fisika, dan kimia.
Pembahasan tema juga dimungkinkan hanya dari aspek biologi dan fisika, atau kimia dan biologi, atau fisika dan kimia saja.
1.Tujuan Pembelajaran IPA Terpadu
  1. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran
  2. 2.Meningkatkan minat dan motivasi
  3. 3.Beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus
Kekuatan
  1. Terjadi penghematan waktu, karena ketiga disiplin ilmu (Fisika, Kimia, dan Biologi) dapat dibelajarkan sekaligus.
  2. Peserta didik dapat melihat hubungan yang bermakna antarkonsep Fisika, Kimia, dan Biologi.
  3. Meningkatkan taraf kecakapan berpikir peserta didik,
  4. Pembelajaran terpadu menyajikan penerapan/aplikasi tentang dunia nyata yang dialami dalam kehidupan sehari-hari,
  5. Motivasi belajar peserta didik dapat diperbaiki dan ditingkatkan.
  6. Pembelajaran terpadu membantu menciptakan struktur kognitif yang dapat menjembatani antara pengetahuan awal peserta didik dengan pengalaman belajar yang terkait,
  7. Akan terjadi peningkatan kerja sama antarguru submata pelajaran terkait,
Kelemahan
Aspek Guru: Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi, keterampilan metodologis yang handal, rasa percaya diri yang tinggi, dan berani mengemas dan mengembangkan materi.
Aspek peserta didik: Pembelajaran terpadu menuntut kemampuan belajar peserta didik yang relatif “baik”, baik dalam kemampuan akademik maupun kreativitasnya.
Aspek sarana dan sumber pembelajaran: Pembelajaran terpadu memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi, mungkin juga fasilitas internet.
Aspek kurikulum: Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman peserta
Aspek penilaian: Pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian yang menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar peserta didik dari beberapa mata pelajaran terkait yang dipadukan.
Suasana pembelajaran: Pembelajaran terpadu berkecenderungan mengutamakan salah satu mata pelajaran dan ‘tenggelam’nya mata pelajaran lain.

Suasana pembelajaran: Pembelajaran terpadu berkecenderungan mengutamakan salah satu mata pelajaran dan ‘tenggelam’nya mata pelajaran lain.


Contoh Tema pembelajaran IPA Terpadu
Wujud Zat dan Kelarutan
(Fisika dan Kimia)
Kalor dan Penyulingan (Fisika dan Kimia)
Energi Kalor dalam Kehidupan (Fisika dan Kimia)
Bahan Kimia dalam Makanan (Bologi dan Kimia)
Rokok dan Kesehatan (Biologi dan Kimia)
Bebas dari Efek Samping Bahan Kimia di Rumah Tangga (Biologi dan Kimia)
Pengaruh Energi dalam Kehidupan (Biologi dan Fisika)




Jalan Jelimpo- Peluntan Sengkunang Nyaris Putus


Kerusakan Jalan Jelimpo ke desa Peluntan Sengkunang sepanjang + 8 km di kec. Ngabang kab. Landak diibaratkan warganya sebagai penyakit kronis. Jalan tersebut hingga saat ini masih jalan tanah sehingga bila musim hujan nampak bagaikan kubangan kerbau. Penulis yang kali terakhir ke desa Peluntan pada tanggal 24 Desember 2005 lalu melihat betapa rusaknya jalan tersebut. Kalau misalnya jalan kaki dari Jelimpo sama-sama berangkat dengan naik ojek maka yang sampai duluan pejalan kaki, karena naik ojek biasanya sering jatuh karena hancurnya jalan tersebut. Salah satu warga Peluntan yang bekerja di Sanggau Kapuas bila menceritakan kondisi jalan tersebut merasa merinding mengingat betapa rusaknya jalan tersebut. Menurut salah satu warga Peluntan yang bekerja sebagai tukang ojek yang sering keluar masuk Jelimpo – Peluntan, dana untuk pembangunan jalan tersebut katanya sudah ada sekitar Rp. 200.000.000.- dan rencana Bupati akan memulai pembangunan pada awal Desember 2005 yang lalu. Kenyataannya hingga Juni 2007 belum ada tanda-tanda mau dibangun. Kami sebagai warga Peluntan Sengkunang mengharapkan kepada Bupati agar segera merealisasikan pembangunan jalan tersebut karena sangat didambakan warga.

Warga Peluntan-Sengkunang.

Saturday, June 9, 2007

HASIL DISKUSI PESERTA WORKSHOP AKREDIASI SEKOLAH

1. LPMP perlu memprogramkan Pendidikan dan Latihan (Diklat) untuk penyelenggaraan Penelitian Tindakan kelas bagi guru – guru SMP di Kalimantan Barat.

2. LPMP perlu memprogramkan Pendidikan dan latihan untuk Instruktur Bahasa Asing.

3. Perlu adanya pelatihan bagi Kepala Sekolah tentang penyusunan :

a. Program Pengembangan Sekolah (RPS).

b. Rencana Operasional Sekolah.

c. Rencana Strategi (Renstra).

d. Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah ( RAPBS).

4. Perlu adanya Pelatihan untuk Laboran IPA.